Tersentak hatiku, pilu terasa meski tak tau mengapa Alyandra berlari ke pelukku dengan tangis kesedihan yang mendalam. Melewati dua gang di kompleks perumahan yang cukup sempit, gadis kecil itu berlari seakan hendak melampiaskan kekesalan yang tak seorangpun dapat mengerti. Akupun tak tahu, dan baru sekali ini mendapati anak kecil dengan tangisan seperti itu.
‘Alya mau cerita sama tante?’ tanyaku sambil mengusap air matanya. Sesenggukannya tak berhenti sembari menganggukan kepalanya hingga terayun rambut ikalnya yang terikat tinggi-tinggi di kepalanya. Kucium keningnya lalu dia tunjukkan boneka yang erat digenggamnya. Terbata-bata ia berkata,’ini tante’. Boneka Barbie dengan baju berwarna pink, seperti yang Alya pakai, rambut ikal yang terikat sama seperti gadis itu. ‘Tangannya patah tante’. Tangisnya semakin manjadi. ‘Bobby rebut Chacha,lalu tangannya patah, terus Bobby suruh beli Chacha baru di toko, Alya ga mau tante…Chacha punya Alya……’. Kupegang bonekanya, lalu erat ia balik memelukku. Kini aku biasa merasakan kesedihannya.
Hanya sebuah boneka, namun sangat berarti bagi seseorang, bahkan akan menjadi bagian dari jiwanya. Seperti orang dewasa yang kehilangan kekasihnya, seperti wanita yang kehilangan sandaran hatinya, seperti pelukis yang kehilangan kuasnya, seperti pujangga yang kehilangan inspirasi hidupnya. Bahkan anak sekecil Alyandra bisa merasakan kesedihan seperti itu.
‘biar tante rawat, Chacha akan baik-baik saja,’ bujukku. Matanya berbinar dan bibir mungilnya tersenyum lega.
BY. ANDRI PERMATAHATI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar